Rabu, 22 Juni 2016

Setelah menikmati keunikan lukisan dari tangan kreatif orang-orangnya,kali ini saya mau mengajak anda untuk melihat keeksotisan alam di Pulau Dewata. Siang itu, tepatnya pukul 2 siang, saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dari desa Petang ke sebelah utara, tepatnya di Desa Plaga. Menurut informasi dari masyarakat sekitar, jaraknya tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu 20 menit lagi untuk sampai disana. Tidak mau berlama-lama, apalagi cuaca saat itu sudah sangat mendung dan tak lama lagi akan hujan, saya segera memacu sepeda motor sebelum bumi di setubuhi air yang turun. Hehehe.
Ya, selama perjalanan itu juga, ada rasa yang mengingatkan saya pada suasana kota kecil, yaitu kota Ruteng tempat asal saya. Udara dingin dan langit merengut begitu mendung, seakan menampar ingatan setiap klise-klise gambar kenangan waktu dulu. Siiiittt, kesan romantis di setiap jengkal alamnya, membuat langkah tak ingin beranjak saat berada disana. Bahkan bayangkan saja, bila perjalanan yang terbilang baru seperti itu, dinikmati bersama pasangan atau orang tercinta. Waahh, sangat indah, bahkan saya tak bisa mengisahkannya lewat cerita. Dan memang benar, bukan suatu rahasia bahwa salah satu kekayaan yang dimiliki Pulau Bali adalah keeksotisan alamnya. Banyak orang yang mengakui banhwa Pulau Bali itu surganya para Dewa, karena mampu melahirkan ketenangan dan kedamaian. Hal itu terwujud dan dibuktikan oleh megahnya nuansa alam yang terukir diatas kanvas bumi dengan beragam jenisnya.

AIR TERJUN NUNGNUNG, HADIRKAN NUANSA BERBEDA

(Foto-foto Geryl Ngalong) : Lokasi air terjun Nungnung

Nah agar tidak berlama-lama, saya akan memperlihatkan salah satu kekayaan alam Pulau Bali yang mungin bisa dijadikan salah satu rekomendasi perjalanan liburan anda, yaitu Air terjun Nungnung. Sedikit saya gambarkan, kalau tempat ini mungkin cocok bagi kalian yang sudah bosan dengan wisata pantai yang ada di Bali. Air terjun Nungnung memiliki pesona lain yang tak kalah menarik, karena keelokan dan kecantikan yang masih alami itu, maka sayang apabila dilewatkan saat anda berkunjung ke Bali. berlokasi di Desa Plaga, Kecamatan Petang-Badung, kurang lebih 45 kilometer dari kota Denpasar menuju arah utara tujuan Sangeh. Dari kawasan wisata Sangeh, air terjun Nungnung berjarak sekitar 20 km lagi. Akses ke lokasi tersebut, sangat mudah, karena sudah ada petunjuk jalan yang jelas. kalau di hitung-hitung start dari kota Denpasar, kami menempuh hampir 1 ½ jam untuk sampai kesana. Tetapi tenang saja, kelelahan anda akan terbayarkan karena anda akan disuguhkan dengan pesona keindahan area persawahan.

Salah satu area persawahan di wilayah Kecamatan Petang, Badung-Bali.
hampir sama dengan suasana desa di tempat asal saya, tapi yang membedakan mungkin infrastruktur jalan dan kebersihannya di desa-desa ini sangat terjaga. Bukannya menjelekan atau mengkritisi pemerintah disana, tapi memang benar,  kalau setiap pelosok-pelosok di Bali ini mudah kita jelajahi, karena akses jalannya sudah ada. Di sisi kiri dan kanan jalan tersedia tretoar bagi pengguna pejalan kaki. Rumput-rumput liar yang tumbuh di pingirannya pun di tebas bersih. Setiap pohon besar yang rantingnya lebat di tata rapih, bahkan jarang, kita temukan jalan yang berlubang. Beraneka macam tumbu-tumbuhan  seperti, bunga dan sayur-sayuran yang tumbuh di perkebunan itu hijau dan subur, menjadikan ciri warna tersendiri saat di pandang. Tidaklah heran, karena area kecamatan Petang sendiri ternyata memiliki curah hujan yang tinggi dan memang cocok sebagai tempat agrowisata.

seperti inilah akses jalan di desa-desa kecamatan Petang-Badung

Lalu sesampainya di desa Plaga, di kanan jalan ada tertera tulisan Nungnung Waterfall dengan mengarahkan kami untuk belok ke kanan melalui jalan kecil beraspal dengan jarak ± 600 meter menuju parkirannya. Seperti biasa udara disana terasa dingin. Salah satu penjaga sekaligus warga disana mengatakan, kalau ketinggian area ini sampai 900 meter di atas permukaan laut, sementar air terjunnya sendiri memiliki ketinggian hingga 70 meter dari permukaan tanah. Perjalan kami ternyata masih di bilang belum seberapa. Sesampainya disana, kami harus menempuh waktu 20 menit untuk sampai di air terjunnya dengan berjalan kaki. Ya, tak apa-apalah sesekali olahraga, sambil menormalkan kembali suhu tubuh karena udaranya yang dingin. Soal keindahan alam, jangan ditanya. Siapapun mengakui keindahan alam bali yang begitu mempesona dan memanjakan mata setiap yang memandangnya. Demikian juga area air terjun Nungnung ini yang tampak masih alami, hijau serta udaranya yang segar.

Gapura saat memasuki area air terjun Nungnung
Bagi kalian penyuka olahraga tracking, sangatkah cocok bila datang melancong kesini. Karena kami harus berjalan melalui akses jalan setapak sambil merasakan suasana sunyi ditengah hutan, sekalipun kami harus terkejut, karena harus menuruni anak tangga yang terjal. Bahkan, ada anak tangga yang sangat curam dengan kemiringan sekitar 70 derajat. Waduh, dalam benak saya langsung terpikirkan bagaimana saat kami pulang nantinya?. Tapi sudahlah, yang namanya kebahagiaan, tentu butuh perjuangan super extra untuk mencapainya. heheheehehe Ya, Kalau di jumlahkan, sebanyak 600 lebih anak tangga yang harus kami tapaki. Tapi, tenang saja, setiap jalanan terjal itu tetap aman, karena disediakan juga besi sebagai pegangannya. Semakin laju kami melangkah, malah semakin menumbuhkan rasa penasaran saya, karena dari kejauhan, kami sudah mulai mendengarkan gemericik air terjun yang jatuh dari ketinggian, lalu desiran pepohonan yang miring melambai-lambai serta daun-daunnya yang di tebas oleh angin di setiap celahnya. Selama perjalanan untungnya ada 3 titik tempat yang disediakan khusus bagi pengunjung, berupa gazebo (bale bengong) untuk bisa beristirahat sambil meregangkan otot-otot kaki yang sudah lelah melangkah. Di gazebo itu, kami bisa menyaksikan lanscape alam dan bahkan ada juga yang memanfaatkan tempat itu untuk mengabadikan moment yang berlatarkan alam.





Selain itu, ada juga beberapa spot lain yang sangat cocok untuk diabadikan, seperti jembatan pendek dengan aliran air dibawahnya. Dan dari situ juga kita bisa melihat salah satu air terjun yang juga menjulang tinggi, tetapi tidak terlalu besar semburan air yang dikeluarkannya. Nah, tidak jauh dari sanalah, saat menuruni beberapa anak tangga yang terakhir, kami sudah bisa menyaksikan derasnya air terjun Nungnung. Wow, anda akan berdecak kagum dengan keindahannya. Siapa saja yang baru datang pasti akan terpukau melihat setiap percikan air yang jatuh dari atas ketinggian hingga menghantam bebatuan di bawahnya. Tepat dibawahnya juga, pengunjung bisa berenang untuk merasakan kesegaran airnya. Hembusan air yang terpecah di bawahnya bisa membasahi seluruh tubuh, jadi harus berhati-hati untuk melindungi kamera atau barang-barang bawaan anda. Hampir 1 jam lebih kami disana. Kami habiskan waktu dengan menikmati sejuknya alam yang damai dan tenang. Ya, jarang-jarang anda bisa merasakan atau mencari moment-moment seperti itu. Selebihnya, banyak pose dan gaya untuk kami abadikan dengan berlatarkan air terjun Nungnung. 













Seperti inilah keindahan air terjun Nungnung
Ya, disana memang cocok untuk mencari suasana yang tenang, ditemani alam yang begitu mempesona. Percaya, kelelahan anda akan terbayarkan dengan eloknya pesona air terjun Nungnung. Jadi bagi kalian yang ingin menyambangi objek wisata selain pantai di Bali, air terjun Nungnung bisa dijadikan pengalaman liburan anda sangat berbeda dari biasanya. Warga sekitar di Kecamatan Petang juga sangatlah ramah dengan siapa saja. Jadi jangan ragu bertanya-tanya kalau anda tersesat. Untuk memasuki area air terjun nungnung  tidak menguras isi dompet kita jadi tipis. Disana biaya untuk tiket masuknya seharga 7.500 rupiah dan biaya parkir untuk kendaraan roda dua hanya 2.000 rupiah saja.


Ok. Sudah puas disana, kami akhirnya memutuskan untuk pulang. Jangan terburu-buru, karena medannya ya,  jangan di tanya lagi. Hehehehe. Sesekali, saya dan Astri harus duduk karena sudah ngos-ngosan bahkan lidah sudah hampir terlepas dari tenggorokan. Ya, lutut pun tidak ketinggalan mengadu, bergetar serasa terlepas dari persambungan otot paha. Heheehehehe (lebai). Tapi yah, memang anda harus mencobanya. Di akir cerita, semoga anda bisa datang dan menikmati keindahannya. Karena masih banyak hal yang saya dapatkan setelah berkunjung dari tempat tersebut. ya, memang alam adalah surganya dunia. Jadi, sepatutnya untuk kita jaga. Terimakasih.

Pelajaran seperti inilah yang saya dapatkan, setelah berkunjung di air terjun Nungnung

SEMOGA BERMANFAAT!!!

Virgilius P. Ngalong

            


Jumat, 17 Juni 2016

KREATIVITAS: MELAHIRKAN BANYAK KEUNIKAN

Selamat bertemu kembali di Sudut Beranda Teman-teman!!!

Kali ini saya mau bercerita mengenai hal yang saya dapatkan saat liburan di akhir pekan beberapa waktu lalu. Sebelumnya, maaf saja, karena saya hanya ingin berbagi pengalaman sekaligus mengabadikannya lewat tulisan. Tentu hal unik dan menarik ini, bisa saja sebagai salah satu rekomendasi dalam list perjalanan anda bila sedang berlibur di Pulau Dewata. Jadi, semoga apa yang saya temukan, bisa anda terima dan bermanfaat.

sebelum memulainya, saya sedikit bercerita, bahwa biasanya di akhir pekan, saya manfaatkan waktu liburan untuk melancong ke tempat-tempat wisata unik atau mencari info mengenai hal-hal yang menarik untuk diberitakan. Ya, kalau boleh di bilang, itu juga karena tuntutan pekerjaan saya sebagai jurnalis, tepatnya sebagai wartawan yang belum lama ini saya geluti. Ke pelosok-pelosok desa dengan menempuh jarak yang sangat jauh, bahkan kalau hujan badai saat itu pun (sedikit lebay), harus saya tempuhi. Mau di bilang susah, tidak juga. Pada dasarnya sih, saya berpikir, kalau, tidak ada pekerjaan yang gampang dan mudah untuk kita lakukan. Pekerjaan seperti ini sangat saya nikmati, karena konon katanya, pekerjaan yang menyenangkan itu adalah hoby yang di bayar. Tapi bukan berarti hobi saya sukanya jalan-jalan. Hehehehe. Selama itu juga, ada hal dan pengalaman baru tentang keunikan alam, budaya, dan masyarakatnya yang saya temukan selama bekerja di Bali. Saya pun tidak mau menyia-nyiakan waktu dan kesempatan, karena siapa saja dan bahkan anda pasti sangat menginginkan agar bisa menelusuri setiap keindahan di pulau yang kaya dan damai ini. Biar tidak bertele-tele dan bingung dengan awal paragraf saya, jadi langsung saja saya bercerita,,,ok.

CERITA I
MENGENAL LUKISAN UNIK DI BALI

I Made Dupa, seniman Bali pertama yang menciptakan lukisan kelopak pisang                              (Foto;Gheryl Ngalong)
 
     Ada yang berbeda dan unik kali ini. Bagi kalian yang sudah pernah berlibur di Bali, tidak lah lengkap bila anda belum membeli bahkan memiliki cinderamata sebagai kenang-kenangan pengalaman liburan menarik anda di pulau Dewata. Cinderamata itu pun berbagai macam bentuk dan jenisnya. Masing-masing menyimpan keunikannya tersendiri, mulai dari kalung, gelang, pernak-pernik hiasan untuk di pajang, hingga patung dan lukisan. Tentu mudah bagi kita untuk menemukannya, karena cinderamata itu terdapat di hampir setiap objek wisata yang ada di Bali. Tetapi, kalau anda bosan dengan cindera mata yang itu-itu saja, kali ini saya akan menginfokan sesuatu yang berbeda dari biasanya, yaitu lukisan hasil kreatifitas para seniman Bali dengan mendaur ulang kelopak pisang.
    Lukisan kelopak pisang ini terlihat unik dan sangat indah, hasilnya tidak jauh berbeda atau bahkan melebihi dari lukisan-lukisan yang sering digambarkan di atas kanvas dengan cat berwarna. Menariknya lukisan ini menggunakan bahan dasar dari pelepah pisang yang sudah di keringkan. Memang benar, tak ada satupun yang terpikirkan, kalau limbah pelepah pisang yang sering di anggap benda tak berguna ini bisa melahirkan suatu karya seni dan bernilai tinggi. Limbah ini sering di buang begitu saja ketika kita membersihkan pohon pisang, menumpuk di pinggiran jalan, di tempat pembuangan sampah, dan bahkan menimbulkan bau yang kurang sedap apabila dibiarkan membusuk. Tetapi, hal seperti itu bisa dipatahkan oleh I Made Dupa, pria kelahiran Banjar Petang Suci, Desa Petang, Kecamatang Petang, Kabupaten Badung-Bali. 

Saat ditemui di rumah yang sederhana itu, I Made Dupa yang sebelumnya sebagai pengerajin patung Menjelaskan bahwa proses pembuatannya tidak terlalu susah. Karena pelepah pisang yang sudah di keringkan selama 2-3 hari ini tinggal di tempel menggunakan lem kayu, hingga tersambung menjadi satu kesatuan,sesuai ukuruan yang diinginkan. “awalnya  sejak tahun 2001, selama 2 tahun saya coba-coba saja untuk membuatnya hingga terbiasa menghasilkan bentuk yang bagus,” ujarnya saat di wawancarai beberapa waktu lalu, Minggu (12/6). Dia juga menambahkan, untuk menghasilkan lukisan yang bagus, tidak menggunakan sembarang pelepah pisang. I Made Dupa lebih menggunakan pelepah pisang saba yang ada dan tumbuh di sekitar desa Petang.
    Saat itu pula, ketika saya dan pacar saya, Atok Pantur sedang mengamati pajangan koleksi lukisannya, I Made Dupa dengan ramah dan semangatnya bercerita tentang awal ide pembuatan lukisan berbahan pelepah pisang. Dia menjelaskan, kalau keadaan ekonomi keluarganya saat tahun 1998 (krisis moniter di Indonesia) sangat kacau. Bahkan dia yang awalnya sebagai pengerajin patung, terpaksa harus berhenti karena tidak adanya pesanan dari konsumen, serta bahan bakunya yang juga mahal. “setiap sore saya selalu memperhatikan istri saya yang dengan semangatnya sedang mengiris batang pisang untuk makanan babi. Di belakang rumah, banyak sisa-sisa kulit pisang yang sudah kering terbuang percuma. Nah, dari situlah ide saya untuk mengumpulkan satu per satu,” jelasnya dengan serius.
Dengan bahan pelepah pisang yang sudah di keringkan itu, dia menambahkan bahwa, sebelum di tempelkan ke tripleks, terlebih dahulu dia memilah-milah pelepah yang ingin digunakan dan mulai mengukirnya sesuai dengan apa yang mau di gambarkan. Jenis pelepah saba yang sudah di keringkan inilah, menjadi bahan satu-satunya yang memiliki serat yang memudahkannya untuk membuat bentuk lukisan kolam, gunung, pohon, serta garis-garis yang bisa menyerupai rumah dan makluk hidup lainnya.
Bahan: pelepah pisang dan kotoran rayap digunakan untuk melukis
 Nah menariknya, sebagai pemanis hasil ukirannya agar bisa menyerupai lukisan yang berwujud atau berbentuk 3 dimensi, I Made Dupa menggunakan kotoran rayap yang sudah di kumpulkannya untuk membentuk dedaunan di pohon, gunung, atau area persawahan dalam lukisannya. Lalu untuk hasilnya, jangan ditanya, akan terlihat hidup. Di tangannya yang terampil itu, kita bisa melihat beraneka macam pemandangan yang  indah nan elok di Bali.
Hasil yang menakjubkan. Dia mengakui, hasil karyanya sudah banyak di lirik wisatawan. Bahkan, lukisannya pernah di beli dan di pajangkan di kantor Gubernur Bali. tak jarang juga, dia di undang untuk mengikuti pameran-pameran karya seni di Bali hingga keluar kota, seperti Bandung dan Jakarta. Pokoknya, banyak hal yang dia ceritakan selama bergelut sebagai pengerajin seni lukis kelopak pisang. Beberapa piala dan sertifikat, hingga pemberitaan tentangnya di media massa (koran harian) dahulu, ditunjukannya kepada kami sebagai bukti perjalanan hidupnya. 
    Nah, jika anda di Bali dan ingin membelinya sebagai cinderamata menarik untuk dipajangkan di rumah atau di tempat nongkrong anda, lukisan kelopak pisang ini bisa anda temukan di Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. Tepatnya di Gedung lantai 2 Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskopperindag), Badung. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bagi anda yang memesan lukisan kelopak pisang sesuai dengan gambar yang diinginkan. “ya...saya juga melayani konsumen yang menginginkan ukuran dan gambarnya sesuai dengan permintaan. Kalau mau memesan, bisa dapatkan kartu saya di kantor Puspem Badung, disana ada tersedia stan penjualan lukisan saya dan ada kartu nama saya disana,” jelasnya dengan bangga.
      Mengenai harga, anda tidak usah khawatir, karena masih tergolong murah. Untuk ukuran 10 R di bandrol dengan harga 150.000 rupiah, lalu untuk ukuran besar, seperti 80  60 di bandrol dengan harga 2 juta. Jika anda ingin bertemu langsung sekaligus melancong ke desa Petang, malah lebih bagus lagi. Walaupun anda harus menempuh waktu perjalanan hingga 2 jam untuk sampai kesana, kelelahan anda akan terbayarkan dengan indahnya pesona alam persawahan di desa-desa yang ada di Kecamatan Badung. Landscape Saat anda memasuki desa Petang, rumah I Made Dupa berlokasi di kiri jalan tepat disebelah balai banjar adat Petang Kaja, desa Petang. Disana, anda akan terpukau dengan hasil karya lukisan cantik dan unik dari bahan dasar kelopak pisang yang sudah di sah kan hak ciptanya.
tak terlawatkan,Atok Pantur pun ingin mengabadikan foto bersama seniman Bali
Hari yang menyenangkan, selain bertemu dengan sosok seniman pertama yang menciptakan lukisan kelopak pisang, kami juga di berikan 2 buah lukisan hasil karyanya sebagai kenang-kenangan. Wah, sungguh lelah yang terbayarkan. Tapi bukan hal seperti itu yang diharapkan, tapi ada sesuatu yang baru dan itu saya temukan. 
dan kedua lukisan ini lah, sebagai kenang-kenangan untuk kami 

Tetapi bagi kalian (pengunjung dan pembaca setia sudut beranda), saya menginfokan ada kelanjutan bagaian ke II dari cerita perjalanan saya ke desa Petang yang tak kalah unik dan menariknya. 

Jadi, jangan dilewatkan cerita selanjutnya (Bagian II). Terima kasih. GBU All.

penulis : Virgilius P. Ngalong










Rabu, 08 Juni 2016

IMMADA: “SHARING SEASON”, MEMUPUK KUALITAS DALAM IKATAN KEKELUARGAAN

“Karena kualitas sebuah organisasi, selalu ditentukan oleh kualitas  orang-orang yang ada di dalamnya”

NUSA DUA – Banyak cara atau strategi dari setiap organisasi untuk meningkatkan hubungan kekeluargaan, misalnya melalui program-program kerja yang sudah dirancang oleh setiap pengurusnya. Demi menyatukan banyaknya ide, pemikiran, bahkan style dari setiap anggota, tentu dibutuhkannya suatu kreativitas, kemudian diaplikasikan lewat beberapa program yang dicanangkan. Tentu tujuannya untuk lebih mempererat lagi ikatan persaudaraan yang menjadi landasannya. Selain itu, melalui program/kegiatan itu juga, setiap anggota akan mendapatkan sesuatu hal yang lebih mendasar, yaitu adanya knowledge (pengetahuan) yang baru. Bahkan tanpa disadari, dengan sendirinya akan terbentuk keselarasan dari keberagaman karakter yang ada di setiap anggota.

Nah...melihat betapa pentingnya kebersamaan itu, IMMADA (Ikatan Mahasiswa Manggarai Udayana) sebagai organisasi yang terbentuk atas dasar kekeluargaan, beranggotakan anak-anak muda (Mahasiswa/i Manggarai) kembali menyelenggarakan kegiatan sharing, bertempat di aula Gereja Maria Bunda Segala Bangsa (MBSB) – Nusa Dua, beberapa waktu lalu (03/6/2016). Kegiatan ini memang sudah direncanakan sebagai bagian dari rentetan acara penutupan Bulan Maria yang dilakukan awal bulan Juni, beberapa waktu lalu.






 Perkumpulan Mahasiswa perantaun yang ada di Bali sejak tahun 17 oktober 1999 ini, memanfaatkan kegiatan sharing sebagai wadah untuk saling berbagi. Kegiatan tersebut diawali dengan misa bersama umat Khatolik Nusa Dua di Gereja MBSB. Kegiatan ini didasari atas kesadaran setiap anggotanya, agar tidak lupa mengucap syukur, berkat, serta perlindungan Bunda Maria. Oooia... Sedikit bercerita juga, bahwa pelindung atas terbentuknya organisasi IMMADA ini adalah Mori Jari agu Dedek (Tuhan Maha pencipta). Sadar penuh atas anugerah Tuhan lah yang juga dijadikan alasan mendasar, untuk menggerakan hati setiap anggota IMMADA agar tidak lupa menyisihkan waktu untuk mengikuti kegiatan sharing di sela kesibukannya. Sebuah moment yang tepat, karena kegiatan kali ini diharapkan bisa mempertemukan dan mengikat kembali hubungan dari setiap anggota IMMADA. Maklum, kesibukan setiap anggota akhir-akhir ini diselimuti dengan kegiatan kampus dan tugas kuliah yang bahkan menyita banyak waktu untuk membatasi mereka berkumpul bersama.  


Saat itu, Perin Nambung selaku ketua Panitia pelaksana kegiatan, memberikan mandat kepada Adi Farand selaku moderatornya, untuk mulai membuka perbincangan. Antusias yang baik dari setiap anggota, kegiatan sharing ini betul-betul dimanfaatkan peserta yang hadir untuk membahas tentang banyak hal mengenai lingkup keseharian hingga pengalaman-pengalamannya. Mulai dari pengurus inti organisasi, seperti ketua IMMADA Chika Teresa, yang di dampingi Emand Kadimand selaku wakil ketua, Ana Halima sebagai sekretaris, dan Etri Magol sebagai bendahara beserta anggota lainnya, turut berkomentar dalam setiap topik pembicaraan. Tidak ketinggalan juga beberapa senior, seperti; Andri Ngalong, Updon Jemuru, Asti Solo, Eman Namat, Hilarius Eri Mainakalawatana, dan Zian Jonalis yang juga berkesempatan hadir, coba merefleksikan kembali perjalanan serta pengalaman mereka tentang betapa pentingnya hidup sosial yang tumbuh dalam suatu organisasi. Adakalanya, saat merasa ada topik pembicaraan yang menggelitik atau hal yang membingungkan, mengundang respon beberapa anggota dan berebutan mengacungkan tangan untuk bertanya.

Kegiatan ini merupakan awal yang baik, karena perbicangan yang dihiasi gelak tawa hingga bertukar sunggingan senyum dengan begitu murahnya, menggambarkan betapa hangat dan akrabnya suasana diskusi mereka. Keluh kesah, kendala, bahkan konflik yang dihadapi, akan tertuang dan dibicarakan disana. Melihat hal tersebut, entah disadari atau tidaknya, suatu organisasi terkadang membutuhkan sebuah cara untuk memotivasi setiap anggota dan terbukti, melalui kegiatan sharing tersebut IMMADA mampu berbagi untuk saling peduli serta memotivasi diri maupun orang lain.


Penulis : Virgilius P. Ngalong  

Selasa, 07 Juni 2016

Programnya Asik, Taman Baca Kesiman Punya Daya Tarik


Salah satu cara untuk menumbuhkembangkan bakat, minat serta budaya membaca masyarakat ditengah perkembangan zaman dan teknologi informasi, tentunya dibutuhkan media atau wadah yang memfasilitasinya. Salah satu contohnya adalah munculnya taman bacaan di berbagai wilayah di Bali. Seperti taman baca yang satu ini, Taman Baca Kesiman (TBK). TBK bisa dikategorikan sebagai perpustakaan masyarakat, karena sasaran utamanya adalah warga masyarakat. Kesadaran akan pentingnya membaca lah, yang mendasari TBK untuk lebih berkreasi dan aktif lewat program-program yang digalangkan. TBK hadir sebagai tempat yang layak untuk dikunjungi, apalagi satu-satunya wadah bagi masyarakat sebagai objek wisata berbasis edukasi.

“pada dasarnya kami lebih memfokuskan kegiatan ini melalui edukasi publik. Tahun ini kami akan lebih gencar lagi mengadakan program diskusi dan kelas-kelas belajar, salah satunya adalah kelas pengembangan pemikiran kritis. Selain itu ada kelas musik, kelas menulis, diskusi reguler, dan lain-lain. tentu dalam program itu kami akan menghadirkan pembicara yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan background yang digelutinya. Seperti ada seniman, musisi hingga bahkan peneliti,” ujar Indra dan Tedy selaku anggota team pengelola TBK saat di wawancarai. 

Indra menjelaskan bahwa sebenarnya yang ingin kami tampilkan disini adalah buku. Selain itu juga di TBK menyediakan tempat untuk berdiskusi, sering, tempat bagi pelajar yang membutuhkan buku sebagai bahan referensi atau bahkan sebagai tempat nongkrong yang nyaman dan santai sepulang kerja. TBK ini terbuka untuk publik, baik dari komunitas mana saja dan golongan apa saja.
Dia menambahkan kalau di TBK sendiri juga sering bekerja sama dan menyediakan tempat apabila ada seminar atau event dengan komunitas yang ada di Bali. Mengenai tempat, TBK menyediakan tanpa memungut biaya sama sekali alias gratis. Bagi peserta kelas atau seminar yang ingin ikut bergabung pun tidak dibatasi jumlahnya. “apalagi saat hari besar dan memang ada sesuatu untuk diperingati, pasti akan ada kegaiatan seperti diskusi dan sebagainya,” imbuh Indra.

Seperti kemarin saat hari pendidikan, Tedy mengungkapkan bahwa ada beberapa guru yang datang untuk mengadakan kegiatan diskusi mengenai sistem, situasi dan perkembangan pendidikan sekarang. Mereka juga menjelaskan bahwa program yang sudah disiapkan dan akan dijalankan kedepan itu adalah program pemutaran film dan program kelas fotografer. Tentu semuanya tanpa memungut biaya sama sekali.Apabila ingin mengetahui pasti jadwal program dan kelas diskusi, dianjurkan agar langsung saja datang ke TBK. Di jamin, ngga bakalan nyesal.

Penulis : Virgilius P. Ngalong
UNIK, TAMAN BACA KESIMAN BIKIN BETAH BERLAMA-LAMA


DENPASAR – Pariwisata Bali memang sedari dulu menjadi sorotan publik Indonesia maupun Internasional. Ada banyak sekali tempat wisata seru yang bisa kamu kunjungi, mulai dari alam, pantai, hingga budayanya. Tetapi dari sekian banyak tempat wisata tersebut, uniknya ada sebuah tempat wisata edukasi yang terlihat menarik, yakni Taman Baca Kesiman (TBK) yang berlokasi di jalan Sedap Malam, Kesiman-Denpasar. kenapa dikatakan tempat wisata edukasi?, jawabannya adalah karena di TBK memiliki ratusan bahkan hingga ribuan koleksi buku dari berbagai macam jenis, seperti dari novel, puisi, majalah, buku-buku bacaan (sejarah, sastra, musik, budaya, dan politik). Dari karya Pramoedya Ananta Toer, Noam Chomsky, hingga pemikir Iran Ali Syariati. Selain itu, alasan lainnya, yaitu karena TBK hadir sebagai tempat baca dengan suasana yang sederhana, lebih fleksibel namun unik dan menarik.

  
 TBK didesain layaknya taman yang sarat dengan kehangatan suasana alam, sehingga yang didapatkan oleh pengunjung adalah pleasure, ketenangan, dan kebahagiaan. Wajarnya, siang di sebuah kota yang padat dengan kendaraan berlalu-lalang dan panas yang menyengat, tentu TBK menyediakan wadah sebagai pelegahnya. Disana, saat memasuki gerbang, situasi berubah mendadak tenang bahkan kontras dengan suasana masyarakat kota diluar yang sibuk dengan aktivitasnya. 
Pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan tanaman hijau serta pohon rindang diantara jalan yang mengiringi kalian untuk masuk di sebuah rumah bertingkat dan berteras. Hiasan berupa patung, gambar, dan lukisan di pajang depan teras, bangunannya yang tersusun rapi oleh bilah-bilah kayu berwarna coklat muda memberi kesan klasik. Terlihat perpaduan yang harmonis, dengan disisihkan jejeran meja, kursi, dan tamanam yang sudah tertata rapi di depan halaman berukuran luas itu. Di dalam rumah tersebut, terdapat susunan buku hasil koleksi yang terbentang menutupi setiap sisi rumah.         Di lantai atas, merupakan studio yang sering digunakan sebagai studio musik. “TBK adalah hasil kreatifitas sekaligus bentuk kepedulian sang pemilik, Agung Alit terhadap rendahnya minat baca yang ada di masyarakat, sekaligus sebagai wadah atau sarana bagi siapa saja, khusunya anak muda untuk mengeksplor lebih mengenai apa saja. khususnya pendidikan,” ujar Indra selaku anggota team yang mengelola TBK saat ditemui,beberapa waktu lalu. 

 TBK adalah sosok perpustakaan yang humanis dan ramah lingkungan. Jika selama ini kita mendengar istilah green library, maka TBK bisa dikategorikan sebagai green Library. Karena pada dasarnya TBK hadir dengan konsep alam (lingkungan) yang di padukan dengan konsep perpustakaan. Uniknya, selain berfungsi sebagai taman bacaan, juga bisa dikatakan sebagai tempat wisata dari anak-anak muda dan keluarga yang ingin berkumpul. Bahkan dari komunitas atau organisasi yang ingin mencari tempat nongkrong, TBK menyediakan halaman yang berukuran luas. Tidak kalah menariknya, TBK juga menyediakan berbagai macam makanan dan minuman guna memudahkan pengunjung untuk bisa menikmati kebersamaannya. Tidak hanya itu, ada free wifi yang bisa digunakan untuk menambah informasi selain dari sumber buku yang telah disediakan di TBK. Tentunya di Bali sendiri untuk memiliki ruang baca yang nyaman, memang masih menjadi barang mewah. Apalagi tradisi membaca masih lemah. Untuk mengadapi realita itu, TBK menunjukan tempat wisata edukasi yang jauh dari kesan perpustakaan yang kaku dan serius. TBK di buka dari jam 10.00 pagi – 06.00 malam setiap harinya. Jika ingin berlama-lama, biasanya pengunjung di izinkan untuk menghubungi langsung ke petugas yang sedang bertugas. 

semoga bermanfaat !!!

PENULIS : Virgilius P. Ngalong